Bismillah.
Dua hari ini saya dibikin amazed dengan keberanian saudara-saudara seakidah saya di belahan bumi nun jauh di sana.
Mereka yang ada di bumi Syam. Palestina, Suriah, Lebanon, Sebagian Irak, dan Yordania.
Terutama di dua negara yang saya sebutkan paling awal, sedang berjuang, kalau kata ustadz mewakili umat Islam lain yang masih bisa menikmati istirahat malam, untuk memerangi musuh-musuh Allah, kaum kuffar yang telah melakukan kezaliman.
Kalau melihat kebiadaban Zionis Yahudi dan pemerintahan tirannya Bashar Assad sudah pasti kita geram. Then, what? Pasti yang muda-muda jadi bersemangat menggelora untuk bisa berjihad ke sana.
Tetapi, apa sebenarnya yang saudara-saudara kita butuhkan di sana?
Di salah satu video tentang Suriah, saya melihat seorang anak yang saat ditanya apa yang ingin ia sampaikan pada dunia tentang kondisi mereka. Dia malah mendoakan semoga kita bahagia. Oh, my. You break my heart, kiddo
Di momen yang lain, mereka hanya meminta doa dari kita semua. That simple. Doa yang bisa kita panjatkan setiap waktu, setiap hari.
Semoga kita tidak pernah lupa melakukannya.
Tidak perlu pandang bulu baik itu saudara-saudara kita di Suriah maupun di Palestina.
Mereka yang berada di Palestina berusaha mewujudkan target besar Rasulullah untuk menjaga Baitul Maqdis. Belum lama ini saya mengetahui bahwa kunci terbebasnya Al Aqsa adalah melalui pintu Syam yang ada di Suriah. Allahu a'lam.
Ketika saya menonton sebuah film dokumenter tentang perjuangan mujahid di Palestina, saya dibikin tercengang dengan akhlak mereka yang luar biasa terpuji. Semoga Allah senantiasa menjaga keikhlasan mereka.
Di suatu momen, saat salah seorang mujahid berhasil merudal tank Zionis Yahudi, ia sangat bergembira dengan keberhasilannya. Tetapi, eng ing eng, euforia keberhasilannya itu disiram syahdu oleh lantunan ayat dari sesama mujahid bahwa keberhasilan mengalahkan musuh itu adalah atas kehendak Allah. Saya agak lupa redaksi ayatnya
Tetapi, intinya adalah bahwa nggak main-main memang syarat hafal 30 juz alquran saat ingin terjun ke medan perang. Karena itu menjadi bekal yang paling berarti dan paling krusial.
Saat mereka kekurangan amunisi dan logistik, maka meluncurlah ayat akan keyakinan kecukupan rezeki yang akan Allah berikan.
Saat mereka ketakutan, meluncurlah ayat bahwa cukuplah Allah menjadi pelindung dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.
Saat mereka khawatir dengan kekalahan dan kematian, maka meluncur ayat janji Allah akan balasan yang indah tiada tara.
Pun ketika muncul kebahagiaan yang berlebih, agar tidak menjadi noda yang merusak keikhlasan, maka akan muncul pengingat bahwa kemenangan tidak datang selain dari sisi Allah. Manusia bukan apa-apa.
Aaakkk... Aaaakkkk... Ketika hafalan quran benar menjadi panduan dan tuntunan. Bahkan di saat genting dan mencekam sekelas kondisi perang terbuka. Ayat-ayat Allah meluncur dengan sangat manis. Membangun nuansa penghambaan tingkat tinggi yang membuat mati syahid menjadi sesuatu yang didambakan.
Semoga tidak ada lagi orang yang nyinyir pada kepedulian yang ditunjukkan pada saudara-saudara kita di bumi Syam sana. Jika memang ada semoga karena belum tahu saja. Jika bukan karena itu, seperti sebuah nasyid yang beberapa waktu belakangan saya dengarkan, begini penggalannya,
Hina lah yang diam tak bicara,
Hina lah diri yang tak peduli,
Hina lah diri yang tak peduli,