Mungkin menjadi suatu hal yang wajar bila merasa takut akan kabar terjadinya sebuah bencana. Seperti hari kemarin di daerah tempat tinggal saya, Lampung Tengah. Hujan yang tidak berhenti mengguyur sejak Ahad (25/02) malam hingga Senin (26/02) menyebabkan banjir di beberapa desa. Hujan turun hingga senin pagi, bahkan masih gerimis di siang harinya.
Menurut kabar yang beredar di grup-grup Whatsapp yang saya ikuti, sudah ada korban jiwa akibat hujan deras yang turun semalam suntuk. Penyebabnya korban terseret aliran air saat hendak menyelamatkan diri dari banjir.
Bila memikirkan lalu membayangkan hal seperti itu terjadi pada saya dan keluarga, tentu saya akan merasa sangat panik. Panik kemudian takut. Takut terkena bencana, takut kehilangan orang tercinta, takut mati.
Takut yang semacam itu wajar atau tidak?
Tergantung bagaimana kita mengelolanya.
Saya kutip dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) ustadz Abdullah Roy, takut kepada Allah yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk merendahkan diri dihadapan Allah, mengagungkanNya, dan membawanya untuk menjauhi laranganNya dan melaksanakan perintahNya. Bukan takut berlebihan yang membawa kepada keputusasaan terhadap rahmat Allah dan bukan takut yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada ketaatan. Takut seperti ini adalah ibadah.
Nah, seperti itulah takut yang seharusnya kita rasakan, mendorong pada makin taat-Nya kita pada perintah Allah swt.
Saya pernah merasakan takut yang sangat yang malah membuat saya kehilangan harapan. Merasa seolah-olah tidak ada gunanya lagi saking takutnya, lalu saya merasa tidak ingin berbuat apa-apa.
Saat sharing dengan pak suami beliau pun menasihati kalau yang saya lakukan itu salah.
Ikhtiar wajib kita lakukan, meskipun takut, khawatir, dan lain-lain. Kalau pun nanti yang kita takutkan terjadi, selayaknya orang beriman, seharusnya kita bisa ikhlas dan mengambil hikmah dari kejadian tersebut.
Pun soal kematian.
Mau kita membangun benteng sekokoh apapun atau mengurung diri dan menghindar sedemikian rupa, jemputan kematian tidak akan terlambat.
So, saya berharap untuk diri saya sendiri, tidak lagi terburu-buru merasa takut akan sesuatu termasuk bencana, melainkan makin giat menggali hikmah.
Hidup di dunia ini singkat, tapi rumit, makin berat kalau kita jadikan penyebab stres (ngomong di depan kaca).
Allahu a'lam.
#ODOPBATCH5
#ONEDAYONEPOST
Ho-oh Umm, hanya bisa berpasrah dengan terus ikhtiar menjalani hidup yang singkat ini.
BalasHapusBetul, mbak, fokus ikhtiar dan berdo'a,
HapusMasyaAllah, tulisannya meluruskan rasa takut kita dan meletakannya di tempat yg benar, super sekali.
BalasHapusInsya Allah sama-sama belajar kita ya, mbak 😢
HapusIya bun.. kadang lebih takut dg bencana.. pdhal bencana cuma sebagai utusan Allah..
BalasHapusIya, mbak, padahal harusnya lebih takut pd yg menurunkan bencana 😣
HapusMendekat kepadaNYA, sebuah tulisan untuk kita merenungi sejenak bahwa nantinya kita akan kembali padaNYA. Terima kasih mbak
BalasHapusMjd pengingat juga utk saya yg menulis, mbak kiky... terima kasih juga sudah berkunjung, mbak,
Hapusterima kasih sudah mengingatkan mba :)
BalasHapusTerima kasih kembali, mbak,
Hapustulisannya keren.
BalasHapusTulisan mas nya juga enggak kalah keren,
HapusIya bener. Sebenernya hidup kita di dunia hanya untuk singgah beberapa jam saja. Untuk seterusnya kembali melanjutkan perjalanan.
BalasHapusTulisannya merefleksi pikiran bund makasihhh ^^
Terima kasih kembali, mbak,
HapusSaya suka bingung, makin tambah usia makin takut rasanya
BalasHapusBetul, mbak, mungkin krn yg dikhawatirkan makin banyak,
HapusTerima kasih banyaaaakkk, tulisannya sangat menyentuh
BalasHapusTerima kasih kembali,
HapusKereennn tulisannya menyadarkan saya yg terkadang menakuti hal yg salah..
BalasHapusSama mbak, saya pun jg msh sering gitu 😣
Hapus