Baru hari kedua di rumah, tapi rasanya Kinar sudah benar-benar mati gaya. Ini salah satu alasannya mengapa Kinar lebih suka ikut kepanitiaan di kampus saat libur semester daripada pulang ke rumah.
Aduh, Kinar, pulang ke rumah itu saatnya berbakti pada orangtua. Ia teringat kata-kata seniornya di kampus.
Kinar bukannya tidak berbakti, tapi orangtuanya yang sibuk bekerja hanya ada di rumah setelah maghrib dan sudah pergi lagi begitu selesai sholat subuh. Kinar cuma bisa berbakti dengan caranya. Menyiapkan camilan kesukaan orangtuanya atau memanaskan kendaraan sebelum dibawa pergi.
Enggak bantu bersih-bersih rumah? Soal side job itu sudah ada bibi yang membereskan.
Kinar tersenyum saat membaca pesan teks di gawainya. Beberapa menit kemudian ia sudah pergi dari rumah dengan motor zaman sekolahnya dulu.
Motor yang sekarang membawanya ke tempat yang sama, sekolah lamanya.
Pengirim pesan ke gawainya tadi, teman sekelas dan teman akrabnya saat di SMA. Arini nama temannya itu. Ia punya ide cemerlang untuk mengajak Kinar mengunjungi sekolah lamanya.
Mereka berjanji bertemu di depan gerbang sekolah. Sebenarnya, Kinar agak khawatir mereka tidak bisa masuk, karena seingatnya sekolah Kinar punya security yang lumayan ketat mengawasi siapa saja yang bisa keluar masuk ke sekolah.
Motor Kinar berhenti di dekat gerobak siomay yang jadi jajanan favoritnya sejak dulu. Ah, masih ada aja si abang siomay ini. Batin Kinar.
Mata Kinar mencari-cari Arini di sekitar gerbang sekolah, tapi yang dicari itu belum nampak. Tapi, tidak lama, dari arah belakang Kinar mendengar suara klakson motor yang agak memekakkan telinga.
"Kinar!" Suara Arini girang sekali saat melihatnya.
Kinar cuma membalas tersenyum hangat.
Selanjutnya tidak butuh waktu lama untuk Kinar bisa masuk ke dalam area sekolah. Dengan sedikit basa basi dan haha hihi Kinar bisa masuk dengan santai. Siapa lagi yang berjasa kalau bukan Arini?
Mulai dari satpam, guru-guru, hingga pedagang di kantin kenal dengan teman Kinar yang satu ini. Tapi, Kinar tidak sesupel Arini saat SMA dulu.
"Gue mau ketemu sama bu Erma nih, Kin. Lo mau ikut nggak?" Arini menyebut nama guru Biologi yang juga guru konseling sekolah mereka.
"Enggak deh, gue tunggu di sini aja ya." Jawab Kinar.
"Beneran?" Arini bertanya memastikan.
Kinar mengangguk mantap.
Arini pun akhirnya pergi ke gedung sekolah, sementara Kinar memilih duduk di bangku panjang dekat pos satpam.
Ini bukan bangku biasa.
Dulu Kinar senang berlama-lama di sini. Dari sini Kinar bisa melihat gedung sekolah, tiang bendera upacara, lapangan basket, bak pasir untuk lompat jauh saat jam olahraga, masjid Ahlil Jannah, laboratorium komputer di gedung baru. Ah, pokoknya semuanya terlihat.
Bangku ini pun menyimpan kisah sedih dan bahagia.
Sedih karena Kinar sering harus menunggu jemputan yang sangat lama. Duduk di bangku ini sendiri, dari mulai masih banyak teman-temannya yang sama-sama menunggu jemputan, hingga tinggal Kinar seorang diri sampai sekolah sudah sepi.
Bahagia karena bangku ini bermanfaat sekali saat jam olahraga. Kinar jadi tidak harus berlesehan di tanah lapangan, tapi bisa duduk di bangku ini. Meskipun, teman-temannya sering mengatainya sok bersih.
Ah, Kinar rindu dengan masa-masa SMA itu.
Waktu satu jam tidak terasa menjemukan bagi Kinar duduk di bangku panjang. Dirinya bisa berpuas-puas mengambil foto, melihat siswa-siswi yang berlalu lalang, dan sesekali mengobrol dengan orang lain yang juga duduk bersebelahan dengannya.
Arini kembali beberapa menit kemudian.
"Kin, jajan di kantin, yuk?" Ajak Arini.
Kinar menatap Arini heran.
"Emang boleh?"
Arini tersenyum jahil.
"Boleh. Udah ikut gue aja." Jawab Arini lalu menarik tangan Kinar.
~
Senja hari Kinar baru keluar dari area sekolahnya. Perasaannya campur aduk. Bahagia, tapi haru.
Sekolahnya belum berubah banyak. Guru-guru yang dulu mengajar Kinar masih awet, hanya mereka terlihat menua. Adik-adik kelasnya terlihat seperti dirinya dan teman-temannya dulu. Kantin, kelas-kelas, lapangan basket belakang, ruangan-ruangan ekskul semua masih sama.
Lalu apa yang berubah?
Entahlah. Mungkin yang berubah pikiran-pikiran manusia yang menghuni sekolahnya.
Kinar melewati tanah lapang di dekat gerbang kompleks rumahnya. Ada banyak anak kecil yang bermain layang-layang. Ah, permainan masa kecil yang tidak pernah dikuasainya. Dulu, daripada bermain yang ia tidak bisa, Kinar lebih memilih duduk-duduk dan memandangi teman-temannya. Mungkin Kinar memang pengamat sejati.
Sebuah layang-layang terbang ke arah utara, ke arah bangunan bersejarah lain untuk Kinar. Gedung sekolah dasarnya.
Mungkin besok ia tidak lagi harus merasakan mati gaya di rumah.
~
End
#TantanganKe-2 #TantanganODOP #onedayonepost #odopbatch5
Keren
BalasHapusTerima kasih 😄
HapusJadi rindu masa sekolah mbak T_T
BalasHapusMakasih ya mbak, cerpennya keren ^_^
Nulis ini jg krn kangen zaman sekolah dulu mbak 🤣
HapusMakasih udah mampir mbak 😍
Ciyeh
BalasHapus😂 ciyeh gimana nih...
Hapus