Terlalu
banyak dan sering melihat teman-teman, malah jadi bingung sendiri dengan apa
yang sebenarnya jadi target saya.
Lihat teman
seorang ibu beranak satu yang dapet beasiswa S2 ke LN langsung latah kepengen.
Padahal kalau nanya ke diri sendiri dengan pertanyaan sesimpel buat apa S2?
Jawabannya gagu dan gamang.
Simpel sih
kadang pengen jawabnya. Pengen cari ilmu aja. Pengen jadi orang yang
berpengetahuan. Pengen otak terus terasah. Duh. Emang siap ntar kembali ke
masa-masa dikejar deadline tesis, endebre-endebre, yang pas ngerjain skripsi
aja udah bikin ngebul dan hampir nyerah? Kayaknya bagian itu pengen diskip aja.
Cuma pengen bagian belajar dan nambah ilmunya deh beneran.
Jawaban
kayak gitu bakal dicecar sama suami.
Kalau cuma
itu alasan kepengennya, nggak usah S2 pun bisa. Cari ilmu sekarang nggak harus
sesaklek itu jalurnya. Kecuali kalau memang mau jadi akademisi. Mau menyalurkan
ilmu sampai ke penerapan praktis. Maybe pursue the master degree is that worth.
Tapi, kalau alasannya masih dangkal, masih berhias-hias, S2 kan keren, apalagi
buat ibu-ibu muda. Berasa mevvah gitu.
Okay, then,
coret deh itu keinginan S2.
Selanjutnya
pengen jadi pebisnis.
Ya, zaman
now gitu loh. Emak-emak mana yang tak punya sambilan jualan selain momong anak.
Segitu kasarnya kali ya pemikiran hamba. Tapi, emang sedahsyat itu gelombang
quotasi, pintu terbanyak pembuka rezeki adalah dari berdagang. Ditambah
panggilan menggema dari seluruh penjuru untuk emak-emak kembali ke rumah,
memprioritaskan mendidik anak sendiri daripada bekerja siklus 8-17. Memang
enggak semua terpanggil sih. Masing-masing punya pilihan. Pos-pos seperti
dokter kandungan, perawat, dan masih banyak lagi juga enggak mungkin
ditinggalkan.
Satu yang
jelas, karib sesama ibu banyak banget yang punya bisnisan. Setiap update status
yang muncul, apalagi dengan nada hard selling seolah memberi tantangan,
'Ayo, dia aja jualan loh. Masa' kamu enggak mau nyobain?'
Duh. Udah
pernah nyobain sih. Tapi, jiwa pedagang saya beneran tumpul dan mungkin nyaris
mati.
Sebenarnya
bisa-bisa aja sih jualan. Tapi, yang enggak sepassionate itu loh. Seneng aja
nyariin barang orang yang butuh, terus ambil untung tipis-tipis. Tapi, kalo
soal pasang iklan barang dagangan, kebanyakan mikirnya. Padahal kan iklan itu
nyawanya orang jualan. Betul kan?
Jadi
penulis!
Duh. Saya
tuh suka banget nulis (kalau lagi rajin!). Kalau malesnya kumat ya begitu.
Dianggurin aja media-media untuk menulis yang bejibun.
Ditambah
lagi nowadays, semua orang bisa menulis. Siapapun, dengan kualitas tulisan
bagaimanapun, semua orang bisa menjadi penulis dan pasti menemukan target
pembacanya masing-masing.
Ketahuan
banget kan pengen jadi penulis yang spesial?
Iya! Karena
kadang sedih aja kalau membaca tulisan sendiri yang sungguh sangat mainstream.
Apalagi kalau yang ditulis adalah kengacoan tiada manfaat. Makin putus asa.
Padahal di
dunia ini tidak ada yang sia-sia kan ya?
Selanjutnya,
jadi ibu rumah tangga yang membersamai anaknya dengan penuh suka cita dan
ide-ide kreatif untuk stimulasi otak anak demi masa depan yang cerah ceria.
Pengen
banget bisa kayak gini.
Tapi, yang
terjadi cuma semangat saat anak bayi <12 bulan. Setelah itu, bebaskeun aja
lah mau main apa. Karena stok ide dan semangat ibu buat jadi teman main yang
baik dan berkualitas sungguh jatuh ke jurang keputusasaan.
Kadang juga
saya masih terombang-ambing, merasa bahwa dunia per-stay at home mom-an
ini sungguh melunturkan jati diri saya.
So what?
Tentu saja
masih meniti satu demi satu yang bakal dijadikan fokus tujuan. Karena akhirnya
menyerah pada prinsip, 'Keep doing, keep going with everthing that have good
values'. Apapunlah kerjain aja asal membawa lebih dekat ke surga.
That's it.
ini kok sama ya, mbak perasaannya.
BalasHapusLIhat, baca dan denger cerita ibu ibu muda yang dapat beasiswa S2 gitu kok rasanya pengin..jadi pebisnis...pengin banget dan kelihatannya mudah tapi ternyata butuh modal juga dan fokus. Fokus dan itu berarti nggak bisa disambi-sambi kalau hasilnya mau maksimal. Jadi ibu yang "great"? wow jauh amat. Jadi penulia? nulis pas lagi mau aja...Jadi gimana. Ya udah memang kalimat penutup itu yang tepat. Keep going dan keep moving
Yes. Aku mikirnya fokus dulu lah satu per satu :)
HapusSemangat mba.... Emang rumput tetangga pasti selalu terlihat lebih subur, tapi yakin deh insyaallah kita juga punya waktu sendiri untuk terus bersinar (n_n)
BalasHapusAamiin ya Allah. Pengennya gitu ya bersinar utk diri sendiri dan sesama. Makasih mbaaa
Hapus